Pengalaman Menginap di Reddoorz Near Plaza Atrium Senen

Belajar Dari Kegagalan. Ayo Bangkit, Hidupmu Harus Terus Berlanjut!


 “saya salut sama kamu, bisa jadi seperti sekarang ini”.

Bukan sekali atau dua kali ada teman bilang ke saya seperti ini. padahal kalau boleh jujur, sudah nggak terhitung berapa banyak kegagalan yang sudah saya rasakan selama ini. mungkin karena saat bertemu mereka saya masih terlihat baik-baik saja jadi mereka berfikir hidup saya nyaris tanpa ada problema.


Sebenarnya hidup saya jauh dari kata sempurna. banyak teman menganggap saya tabah dan sabar saat menghadapi suatu masalah, padahal saya sendiri merasa pusing tapi tetap berusaha untuk mengendalikan diri agar sebisa mungkin nggak ada yang tau dengan apa yang kita alami.


Setelah berumah tangga saya dan suami sudah sering menjajal berbagai usaha. Awalnya seorang saudara menawari usaha tambal ban khusus kendaraan berat di garasi pabrik dengan sistem bagi hasil, saya yang memberi modal dengan uang pribadi saya dan suami, lalu saudara saya yang menjalankan usahanya. Bulan berlalu tahun berganti tapi nggak ada hasil apapun yang saya dapatkan, bahkan kejelasan tentang peralatan tambal ban juga nggak ada, akhirnya saya ikhlaskan saja karena capek berurusan dengan yang sudah nggak sejalan. Semoga Allah mengganti dengan rejeki dari tempat lainnya.


Gagal, bangkit, gagal lagi, bangkit lagi. Jangan pernah menyerah.!!



Mencoba bisnis ternak bebek potong

Saya dan suami awalnya mencoba peruntungan dengan bisnis ternak unggas dengan memanfaatkan halaman belakang rumah yang lumayan luas. Mulanya kami mencoba bebek pedaging sebanyak 100 ekor beberapa kali, tapi karena merasa keuntungan belum maksimal jadi kami tambah lagi hingga 1000 ekor. Modal awalnya memang uang pribadi tapi saat mau mengambil bebek dengan jumlah banyak dan modalnya kurang, akhirnya kami beranikan diri mengambil pinjaman di bank.


Yang namanya usaha tentu ada pasang surutnya. Saat harga pakan naik tapi harga jual bebek tetap atau turun harga karena terjadi banjir, dll. Akhirnya saya harus merelakan bisnis ini berhenti ditengah jalan dengan saya yang masih harus membayar angsuran bank.

 

Alih bisnis bebek petelur

Tak berhenti sampai disitu, saya masih mencoba lagi bisnis ternak tapi ganti ke bebek petelur. Awalnya saya beli 100 ekor yang sudah siap bertelur dengan uang pribadi, bahkan saat dalam perjalanan ke rumah saya bebek pun sudah ada yang bertelur di dalam kendaraan jadi artinya bebeknya benar-benar produktif, jadi saya tambah lagi jadi 50 ekor.


Kemudian teman saya mengajak membuat proposal ke dinas peternakan untuk mengajukan bantuan ternak, setelah melewati serangkaian prosedur akhirnya proposal kami disetujui. Kami dapat bantuan bebek petelur sebanyak 1000 ekor tapi dibagi 5 orang karena kapasitas kandang saya yang hanya cukup untuk beberapa ratus ekor saja.


Telur bebek segar yang sudah didapat kemudian dikirim ke pengepul di kota Mojokerto setiap 2 atau 3x dalam seminggu agar telurnya selalu baru. Dan kalau ada pesanan telur asin kami juga bisa membuatkannya. Tapi lagi-lagi kami mengalami kendala mulai dari bebek yang sudah kurang produktif, hingga pakan yang mulai langka karena musim padi sudah usai jadi harganya juga melambung. Kami tetap bertahan dengan meminjam modal lagi di bank untuk mengganti bebek yang kurang produktif menjadi bebek muda yang siap bertelur.


Beberapa kali langkah ini kami lakukan agar dapat bertahan karena merasa masih sayang kalau harus menjual semuanya. Kami pun pernah tertipu saat membeli bebek yang siap bertelur, ternyata pedagang bebek itu memberi kami bebek yang sudah tua dan tidak produktif lagi. Tapi mau bagaimana lagi, kami belinya juga jauh di Mojokerto kalaupun mau dikembalikan juga berat di ongkos. Nggak lama kamipun menyerah, bebek yang ada kami jual sebagai bebek potong dengan harga dibawah harga beli bebek petelur, waktu itu kami rugi banyak dan nggak tau harus berbuat apa lagi karena sudah kehabisan cara. Ingin bertahan tapi modal sudah habis sedangkan pemasukan tidak menentu, kalau dilepaskan kami juga rugi besar. tapi ya sudahlah, mungkin memang bukan jalan rejekinya dari sana.

 

Bisnis bekatul, kirim ke pulau garam

Dari awal menggeluti dunia per-unggas-unggas-an kami jadi hafal betul dengan bekatul (kulit ari dari gabah). Jadi saat teman memberi tawaran join bisnis bekatul untuk pasokan ke Sampang Madura kami pun langsung semangat. Setelah mempelajari alurnya, kami pun memberanikan diri untuk mengirimkan satu truk penuh bekatul. Jangan tanya nominalnya karena saya sudah lupa. Hihi


Kiriman pertama berhasil, tapi pembayaran tidak berhasil. Uang yang seharusnya dibayar penuh saat sampai ditempat malah hanya diberi setengah dari total nominal yang harus dibayar. Bayangkan saja kami pasti tekor untuk membayar transportasi sebesar 1,5juta, modal untuk membeli bekatul, dll. Lagi-lagi kami menelan pil pahit, nggak dapat untung malah buntung.

 

Mencoba peruntungan bisnis beras.

Saat mencari pasokan bekatul untuk dikirim ke pulau garam itu, kami menemukan celah untuk berbisnis beras. Kami mencari bekatul sampai ke kecamatan Laren yang jaraknya sekitar 24km dari tempat tinggal saya, atau sekitar 40 menit perjalanan.


Dari salep yang kami temui tersebut kami mendapatkan harga beras yang lumayan murah, niatnya mau kami jual ke salep dekat rumah sebab gabah di tempat tinggal saya harganya sudah lumayan mahal karena musim panen sudah lewat.


Waktu itu saya memberanikan diri mengambil kredit di bank lagi sebesar 15juta untuk pembayaran beras di salep daerah Laren tersebut. Saya terlalu percaya pada teman saya karena sejak awal kami memang baik seperti saudara, jadi saya menitipkan ke dia transfer uang 15juta tersebut (sebenarnya bukan menitipkan, tapi lebih ke dia nya yang ingin mentransferkan uangnya) dan bukti transfernya juga dia bawa 


Setelah menunggu beberapa hari, minggu, juga bulan, beras yang dijanjikan tak kunjung dikirim. Bolak balik saya datang ke salep dan ke rumah si pemilik salep ini hanya memberi janji-janji bakal dikembalikan uang saya tapi sampai saya menulis curhatan ini juga tak kunjung ada kabarnya.


Waktu itu saya sering uring-uringan sama suami saya karena kasus penipuan ini, bayangkan saja uang tersebut kami dapat dari kredit di bank, tiap bulan kami harus membayar angsuran sedangkan uang atau barang tak kembali. Bukti transfer juga sudah dibuang sama teman saya, jadi mau lapor polisi juga nggak ada buktinya. Apes benar hidup saya ini.

 


Masih gigih, beralih bisnis ayam pedaging

Sudah lama berhenti beternak unggas dan melihat kandang bekas bebek masih berdiri kokoh, akhirnya suami dan adik ipar saya mencoba bisnis ayam pedaging. Awalnya kami mencari info ternak ayam yang dibiayai oleh PT, tapi karena wilayah tempat tinggal saya jauh dari jangkauan PT tersebut jadi kami tidak bisa gabung.


Awal terjun kami hanya membeli 200 ekor, dan merasa saat panen keuntungan yang didapat belum maksimal mungkin karena habis untuk biaya pembelian tempat makan dan minum, alat pemanas ruangan karena ayam harus selalu dalam keadaan hangat, dan juga peralatan lainnya.


Setelah panen kami masih mencoba lagi dengan membeli 200 ekor lagi, tapi ternyata waktu panen tiba harga jual ayam sedang rendah, sedangkan ayam juga nggak bisa dibiarkan lama-lama karena lewat umur 40-50 hari sudah beda kategori, dan nggak bisa masuk rumah makan lagi.


Jadi akhirnya kami menanggung kerugian untuk kesekian kalinya, sedangkan cicilan di bank masih terus berlanjut dan nominal yang makin besar. sampai pernah dalam waktu beberapa bulan saya dan suami tidak bisa membayar cicilan bank yang akhirnya dibayar sendiri oleh adik ipar, jujur saya malu tapi mau bagaimana lagi memang benar-benar nggak ada uang lagi.

 

Bisnis cemilan, menyenangkan.

2-3 tahun sebelum lahirnya baby Hazel saya sempat berbisnis cemilan dengan sohib saya, rumahnya sebelah rumah saya jadi kami cukup kompak dalam menjalankan bisnis ini. kami memang sepakat tidak mengambil uang hasil usaha kami agar terkumpul. Kami membeli barang di daerah Morowudi Gresik, kalau beli banyak kami pakai mobil, tapi kalau belinya cuma sedikit saya biasanya pakai motor sendiri.


Selain dijual di rumah, kami juga mengirimkan ke kantin pondok putri di ponpes Sunan Drajat dan ke koperasi ma’had di madrasah tsanawiyah negeri Babat. Kami berdua sering wara-wiri mengantarkan cemilan naik motor dengan barang dagangan ditaruh di depan. Jangan tanya kenapa nggak dikirim via ojek online? Kami tinggal di kampung yang ada di kota kecil Lamongan, jadi adanya ojek online juga cuma dalam kota Lamongan aja.


Kalau waktu lebaran tiba keuntungan kami juga agak lumayan, biarpun kami menjual harga dibawah pasaran. Maksud kami, dapat untung sedikit nggak apa-apa asal banyak peminatnya. Saat mengantarkan ke ma’had mts Babat, kami biasanya lanjut ke pasar Babat sambil membeli barang pesanan orang-orang untuk dijual lagi di rumah seperti pakaian, peralatan rumah tangga, buah, dll.


Kami senang saat bisa wara-wiri seperti ini karena sekalian bisa cuci mata, tapi bisnis ini pun harus berhenti karena teman saya mau pindah ke Surabaya mengikuti suaminya, dan nggak lama saya hamil baby Hazel. Jadi sekali lagi usaha yang saya bangun harus mandeg.

 

 

Ayo bangkit, hidupmu harus terus berlanjut!

Jujur saat mengenang semua ini saya merasa lelah. Lelah dengan semua usaha yang akhirnya gagal lagi gagal lagi, lelah karena terus saja memberanikan diri mengambil kredit di bank yang akhirnya sampai terjungkal, tersungkur, terseok-seok untuk membayar kredit tersebut. Gaji dari suami saya sampai habis dipakai untuk membayar bank dan untuk biaya hidup.


Tapi lelah saja nggak akan mendapatkan hasil malah semakin down, akhirnya kami mengikhlaskan semuanya dan hanya bisa berharap semoga kedepannya ada jalan yang lebih indah yang sudah Allah siapkan untuk kami.


Kalau kalian bertanya lalu apa selanjutnya yang saya lakukan? Nggak ada! Iya nggak ada, saya hanya mengikuti alur waktu. Setelah kandang kosong beberapa bulan, lalu ada pengurukan jalan di samping rumah, jadi kadang kami bongkar sebagian. Tanah kosong bekas kandang kami tanami cabe, labu, dan tanaman lainnya untuk dimanfaatkan sendiri.


Suami tetap kerja di meubel seperti biasa, suami saya juga sering membuat kerajinan kayu seperti miniatur truk, dll. Kalau ada yang minta antar ke suatu tempat, suami juga bisa mengantarkan pakai mobil sewaan punya temannya (seperti grab tapi tanpa aplikasi), selain itu kami juga menggarap sawah milik ibu saya, hasil panen padinya kami gunakan untuk stok makanan pokok setahun ke depan dan juga persediaan kalau ada tetangga hajatan (hajatan di kampung saya biasanya ibu-ibu yang hadir bawa beras sama gula, paling sedikit beras 4 kg sama gula 2kg. Kalau masih saudara bisa bawa beras 25-50kg dan gula 10-25kg).


singkat cerita saya kemudian hamil baby Hazel dan harus bed rest, saat bed rest tersebut saya memikirkan banyak hal termasuk “bisa nggak sih saya membesarkan 3 anak dengan kondisi yang masih seperti ini?”. tapi orang-orang terdekat meyakinkan saya bahwa saya mampu. Saya juga memikirkan bagaimana caranya saya tetap bisa menghasilkan uang dari rumah, karena sebelumnya saya wara-wiri bisnis cemilan. Tapi karena hamil jadi saya nggak mungkin bisa ke sana kemari lagi. 


Dan alhamdulillah saya dikelilingi orang-orang baik, dari situ saya bisa berkenalan dengan dunia blogging yang saya geluti hingga sekarang ini. syukur nggak berhenti saya panjatkan karena biarpun saya hanya di rumah saja tapi jalan rejeki Allah bisa datang dari mana saja. Alhamdulillah untuk kesekian kalinya keluarga juga mensupport apa yang sudah saya lakukan selama ini.


Saya memang belum sukses, bagaimana bisa sukses rumah saja masih menumpang di rumah orang tua yang kebetulan nggak ada yang menempati. Saya memang punya bagian tanah yang letaknya di depan rumah yang saya tempati sekarang, doakan saya segera bisa membangun rumah kami sendiri agar hidup lebih tenteram. 


Kondisi kandang seadanya saat pertama kali mulai terjun ke bisnis unggas.
Foto bersama kakak pertama, kedua, ketiga, dan suami saya. 


Jadi itulah teman kisah jatuh bangun dalam kehidupan saya, cerita ini sengaja saya tulis sebagai pengingat betapa liku-liku kehidupan ini makin mendewasakan saya.

Peluk jauh, Fiona.

 

Komentar